Budaya

Pencak Silat Kuntu Mancilan

  PENCAK silat Kuntu Mancilan merupakan seni bela diri yang sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Padepokan pencak silat kuntu ini sendiri berlokasi di pedukuhan Mancilan, Kelurahan/Kecamatan Pohjentrek. Pencak silat kuntu terus berkembang dan telah menghasilkan banyak pesilat yang memiliki gerakan yang indah dan sebagai pertahanan diri.

Kuntu memiliki arti sebagai "Bangkitlah". Maksudnya meminta bangkit masyarakat pada zaman penjajahan untuk melawan Belanda. Gerakan pencak silat ini tidak berubah dan diturunkan secara terus menerus antar generasi hingga sampai sekarang. Saat ini perkembangan nya dimudahkan dengan adanya esktrakurikuler pencak silat di setiap sekolah baik SD maupun SMP. Untuk generasi muda lebih diberikan pada gerakan yang mengedepankan kekuatan fisik.

Awal mula pencak silat Kuntu ini sendiri memiliki cerita turun temurun. Diceritakan pada zaman dahulu, ada seorang pria yang masuk ke wilayah Mancilan. Namun pria tersebut dilarang masyarakat sekitar. Sebab Mancilan saat itu masih hutan belantara yang dipenuhi oleh hewan buas. Pria ini tidak menggubris larangan masyarakat waktu itu dan tetap mencoba memasuki wilayah Mancilan.

Ternyata setelah beberapa hari, pria ini kembali dari hutan belantara itu dengan selamat. Bahkan ia pun dapat menceritakan pengalamannya kepada masyarakat sekitar. Atas keberhasilannya ini ia pun dibawa ke pendopo dan diberi hadiah tanah oleh kepala desa saat itu. la lantas mendirikan rumah dan berkeluarga di Mancilan hingga meneruskan keturunannya.

Pada zaman penjajahan Belanda, di Mancilan ini terdapat dua pondok pesantren. Pondok di sebelah barat dipimpin oleh Kyai Ma'ruf sementara di sebelah timur dipimpin oleh Kyai Manaf. Semakin lama kedua pondok.

 

PETIK LAUT

Salah satu tradisi yang melekat pada masyarakat Kota Pasuruan salah aatunya yaitu "Petik Laut". Masyarakat menggelarnya sebagai bentuk syukur atas hasil tangkapan ikan yang melimpah sepanjang tahun. Kegiatan ini biasanya dilaksanakan setiap tahun, bertepatan pada 1 Sura.

Petik Laut diawali dengan serangkaian kegiatan. Seperti Khotmil Quran dan lomba albanjari. Kemudian dilanjutkan dengan acara inti, yaitu melarung sesaji ke tengah laut. Ratusan perahu milik nelayan di pesisir Kota Pasuruan dikerahkan dalam acara Petik Laut. Nelayan menghiasi perahu yang setiap hari digunakan untuk mata pencahariannya.

Berbagai corak bendera dan umbul-umbul yang terpasang di perahu-perahu itu menambah semarak suasana, Ribuan keluarga nelayan hadir untuk merayakan Petik Laut.

Setibanya di tengah laut, nelayan melarung sesaji. Ada kepala sapi dan nasi tumpeng yang dihias dalam bentuk replika perahu yang dilarung ke tengah laut. Petik Laut memiliki daya pikat untuk menggaet para wisatawan luar daerah. Ditengah perkembangan modern, Petik Laut sebagai salah satu kegiatan yang sarat dengan kearifan lokal tetap digelar demi melestarikan warisan leluhur.

Tari Terbang Bandung

TARI Terbang Bandung awalnya merupakan Teater Terbang Bandung. Sebuah sandiwara bisu yang menceritakan tentang maru-maruan atau poligami. Seniman Pasuruan waktu itu terinspirasi dari penderitaan yang dialami oleh pribumi pada masa penjajahan yang di jadikan gundik oleh penjajah Belanda dan Jepang.

Namun peragaan teater ini dilakukan pantomim, serta ada dalang yang menggunakan Bahasa Jawa yang menceritakan sandiwara yang diperankan. Teater ini diadakan selama semalam suntuk. Alat musik yang digunakan dalam terbang bandung ini adalah Terbang, Kedengcong atau sejenis kendang dan jidor.

Teater ini disebut juga sebagai Terbang Takruk karena ada bunyi irama dari kedengcong. Seiring waktu berjalan ada semacam kompetisi untuk mengadu bunyi dan irama. Sehingga dikenal sebagai Terbang Bandung atau terbang yang diadukan.

Sandiwara ini diperankan oleh lima hingga enam orang yang terdiri dari saudagar, dua istri, dua pelawak dan penyanyi perempuan atau pedayan. Kemudian penabuh terbang sebanyak lima orang, satu yang membawakan alat jidor serta dua orang penabuh kendang. Di tahun 1980, seniman asal Kota Pasuruan bernama Haryoto Toyyib merubah sandiwara ini menjadi tarian. Dengan dibagi menjadi dua bagian yakni tari pembuka dan tari inti dengan sayyidian tentang saudagar kaya. Pengembangan tari terbang bandung ini di lanjutkan oleh Suparmin, Dimana mulai tahun 2016 tarian ini di persingkat dari 10 menit lebih menjadi tujuh menit saja.

   

Tari Pasuruan Kondang

TARIAN ini bermula dari lagu daerah yang diberi judul Pasuruan Kondang yang diciptakan pada 2011 oleh seniman di Kota Pasuruan, Slamet Juhanto dengan notasi gamelan. Tarian ini pertama kali ditampilkan saat kegiatan Hari Jadi Kota Pasuruan untuk mengiringi pembacaan pataka pada 2015. Lalu pada 2016 Pasuruan Kondang ini dijadikan senam daerah.

Lalu pada 2017 untuk pertama kali ditampilkan senam daerah dengan diiringi lagu Pasuruan Kondang dan iringan keyboard. Ternyata senam daerah ini mendapatkan apresiasi yang sangat tinggi. Senam ini dicoba untuk diramu lagi.

Tarian ini terdiri dari gerakan awal, empat gerakan inti dan gerakan penutup dengan durasi selama 5 menit 30 detik. Tarian ini menceritakan tentang Kota Pasuruan yang dimana secara wilayah tidak terlalu besar namun berdaya guna bagi seluruh penduduknya. Dalam lagu yang mengiringi tarian ini disebutkan sejumlah makanan khas hingga destinasi wisata di Kota Pasuruan.

Busana yang digunakan menggambarkan burung kepodang. Dengan hiasan cengger bulu di bagian kepala, sanggul, irah-irah berwujud kalung karnival, baju berbahan beludru jenis kupu baru yang berlengan panjang. Busana ini terinspirasi dari busana pada Jaman Biyen Kota Pasuruan. Selanjutnya rapek dengan ilat-ilatan di bagian depan dan belakang, rok panjang dengan batik khas Kota Pasuruan. Serta sampur sebagai asesoris sayap dari burung tersebut.