Tari Terbang Bandung
TARI Terbang Bandung awalnya merupakan Teater Terbang Bandung. Sebuah sandiwara bisu yang menceritakan tentang maru-maruan atau poligami. Seniman Pasuruan waktu itu terinspirasi dari penderitaan yang dialami oleh pribumi pada masa penjajahan yang di jadikan gundik oleh penjajah Belanda dan Jepang.
Namun peragaan teater ini dilakukan pantomim, serta ada dalang yang menggunakan Bahasa Jawa yang menceritakan sandiwara yang diperankan. Teater ini diadakan selama semalam suntuk. Alat musik yang digunakan dalam terbang bandung ini adalah Terbang, Kedengcong atau sejenis kendang dan jidor.
Teater ini disebut juga sebagai Terbang Takruk karena ada bunyi irama dari kedengcong. Seiring waktu berjalan ada semacam kompetisi untuk mengadu bunyi dan irama. Sehingga dikenal sebagai Terbang Bandung atau terbang yang diadukan.
Sandiwara ini diperankan oleh lima hingga enam orang yang terdiri dari saudagar, dua istri, dua pelawak dan penyanyi perempuan atau pedayan. Kemudian penabuh terbang sebanyak lima orang, satu yang membawakan alat jidor serta dua orang penabuh kendang. Di tahun 1980, seniman asal Kota Pasuruan bernama Haryoto Toyyib merubah sandiwara ini menjadi tarian. Dengan dibagi menjadi dua bagian yakni tari pembuka dan tari inti dengan sayyidian tentang saudagar kaya. Pengembangan tari terbang bandung ini di lanjutkan oleh Suparmin, Dimana mulai tahun 2016 tarian ini di persingkat dari 10 menit lebih menjadi tujuh menit saja.